KPK Endus BUMD Sumber Daya Jadi "Alat" dalam Kasus Bangkalan ...
KPK Endus BUMD Sumber Daya Jadi "Alat" dalam Kasus Bangkalan
Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dan mendalami kasus suap
jual beli gas yang menjerat Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin Imron. KPK
mengisyaratkan adanya perusahaan yang dijadikan alat atau direkayasa
untuk memuluskan tindak pidana korupsi yang dilakukan Fuad.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, menyatakan kecurigaan adanya perusahaan rekayasa itu berdasarkan pengalaman KPK dalam menyidik kasus-kasus korupsi sebelumnya. Dikatakan, dalam sejumlah kasus, terdapat perusahaan yang hanya menjadi akal-akalan para koruptor.
"Dari perkara-yang kami tangani itu, banyak terlihat itu, dari kasus Hambalang kan banyak PT (Perusahaan Terbatas) yang sebetulnya bukan PT yang berintegritas bagus, akal-akalan sebagian. Memang PT nya benar atau abal-abal. Atau bisa juga orangnya menduduki posisi itu orang-orangan. Kan begitu, ini juga bagian permasalahan yang harus kita integrasikan untuk kita cegah," kata Zulkarnain di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/12).
Zulkarnain tak menampik dugaan perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumber Daya yang terlibat kasus suap ini merupakan perusahaan akal-akalan. Terkait hal itu, Zulkarnain menyatakan, pihaknya akan terus menelusuri lebih mendalam.
"Ya nanti kami dalami, semua," katanya.
Menurut Zulkarnain, dalam setiap penyelidikan sebuah kasus, pihaknya selalu menganalisis bagian per bagian. Tak cukup sampai di situ, setelah mendalami sebuah kasus, pihaknya juga memilah yang termasuk ranah pidana, atau perdata.
"Kalau mendalami kasus itu semua anatomi kami lihat, kapan terjadinya, bagaimana terjadinya, siapa saja yang melakukan. Nanti kami pilah. Setelah kami mengetahui itu secara dalam permasalahan anatomi secara keseluruhan, nanti kami pilah, mana yang batas untuk pidananya kami proses pidana, mana batas katakan adminstratifnya ya kebijakan-kebijakan kami perlu berikan perhatian juga, menyangkut soal keperdataan nya juga bisa kami lihat," jelasnya.
Diberitakan, KPK menangkap tangan Fuad Amin Imron terkait dugaan suap jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di wilayah Gresik dan Gili Timur, Bangkalan pada Selasa (2/12) lalu. Sebelum menangkap Fuad Amin, KPK menangkap ajudannya bernama Rauf dan menyita uang sebesar Rp700 juta. Uang itu diduga berasal dari Direktur PT. Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko yang turut ditangkap KPK bersama perantaranya bernama Koptu Darmono. Uang suap sebesar Rp700 juta yang diberikan Antonio diduga bukan yang pertama kali. Saat menggeledah rumah Fuad Amin di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, KPK menyita uang yang disimpan di dalam tiga koper yang setelah dihitung mencapai Rp 4 miliar.
Berdasar informasi, Antonio melalui PT Media Karya Sentosa memilki kerjasama dengan PD Sumber Daya, sebuah perusahaan BUMD di Kabupaten Bangkalan. Kerjasama pada tahun 2007 itu terkait pembangunan jaringan pipa dan pengelolaan gas dari blok eksplorasi West Madura Offshore untuk menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Gresik dan Bangkalan. Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan menandatangani kontrak kerja sama eksplorasi PD Sumber Daya dan PT Media Karya Sentosa. Namun, hingga kini pembangunan PLTG dan pembangunan jaringan pipa gas di kedua daerah tak juga direalisasikan.
Atas tindak pidana suap menyuap tersebut, KPK resmi menetapkan Fuad dan Rauf sebagai tersangka yang menerima uang suap dengan jeratan Pasal 12 huruf a huruf b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 11 Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Status tersangka juga ditetapkan kepada dua orang lainya yaitu Direktur PT. Media Karya Sentosa (MKS), ABD atau Antonio Bambang Djatmiko sebagai pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 ayat 1 huruf a serta Pasal 5 ayat 1 huruf b Juncto Pasal 13 Juncto Pasal 55. Sedangkan Kopral Satu Darmono, KPK menyerahkannya ke pihak Polisi Militer Angkatan Laut (POM AL).
Selanjutnya, Fuad Amin Imron dan Rauf dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) POMDAM Jaya Guntur Jakarta Selatan. Sementara Antonio ditahan di Rutan KPK. Untuk Kopral Satu Darmono diserahkan kepada Puspomal.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, menyatakan kecurigaan adanya perusahaan rekayasa itu berdasarkan pengalaman KPK dalam menyidik kasus-kasus korupsi sebelumnya. Dikatakan, dalam sejumlah kasus, terdapat perusahaan yang hanya menjadi akal-akalan para koruptor.
"Dari perkara-yang kami tangani itu, banyak terlihat itu, dari kasus Hambalang kan banyak PT (Perusahaan Terbatas) yang sebetulnya bukan PT yang berintegritas bagus, akal-akalan sebagian. Memang PT nya benar atau abal-abal. Atau bisa juga orangnya menduduki posisi itu orang-orangan. Kan begitu, ini juga bagian permasalahan yang harus kita integrasikan untuk kita cegah," kata Zulkarnain di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/12).
Zulkarnain tak menampik dugaan perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumber Daya yang terlibat kasus suap ini merupakan perusahaan akal-akalan. Terkait hal itu, Zulkarnain menyatakan, pihaknya akan terus menelusuri lebih mendalam.
"Ya nanti kami dalami, semua," katanya.
Menurut Zulkarnain, dalam setiap penyelidikan sebuah kasus, pihaknya selalu menganalisis bagian per bagian. Tak cukup sampai di situ, setelah mendalami sebuah kasus, pihaknya juga memilah yang termasuk ranah pidana, atau perdata.
"Kalau mendalami kasus itu semua anatomi kami lihat, kapan terjadinya, bagaimana terjadinya, siapa saja yang melakukan. Nanti kami pilah. Setelah kami mengetahui itu secara dalam permasalahan anatomi secara keseluruhan, nanti kami pilah, mana yang batas untuk pidananya kami proses pidana, mana batas katakan adminstratifnya ya kebijakan-kebijakan kami perlu berikan perhatian juga, menyangkut soal keperdataan nya juga bisa kami lihat," jelasnya.
Diberitakan, KPK menangkap tangan Fuad Amin Imron terkait dugaan suap jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di wilayah Gresik dan Gili Timur, Bangkalan pada Selasa (2/12) lalu. Sebelum menangkap Fuad Amin, KPK menangkap ajudannya bernama Rauf dan menyita uang sebesar Rp700 juta. Uang itu diduga berasal dari Direktur PT. Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko yang turut ditangkap KPK bersama perantaranya bernama Koptu Darmono. Uang suap sebesar Rp700 juta yang diberikan Antonio diduga bukan yang pertama kali. Saat menggeledah rumah Fuad Amin di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, KPK menyita uang yang disimpan di dalam tiga koper yang setelah dihitung mencapai Rp 4 miliar.
Berdasar informasi, Antonio melalui PT Media Karya Sentosa memilki kerjasama dengan PD Sumber Daya, sebuah perusahaan BUMD di Kabupaten Bangkalan. Kerjasama pada tahun 2007 itu terkait pembangunan jaringan pipa dan pengelolaan gas dari blok eksplorasi West Madura Offshore untuk menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Gresik dan Bangkalan. Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan menandatangani kontrak kerja sama eksplorasi PD Sumber Daya dan PT Media Karya Sentosa. Namun, hingga kini pembangunan PLTG dan pembangunan jaringan pipa gas di kedua daerah tak juga direalisasikan.
Atas tindak pidana suap menyuap tersebut, KPK resmi menetapkan Fuad dan Rauf sebagai tersangka yang menerima uang suap dengan jeratan Pasal 12 huruf a huruf b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 11 Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Status tersangka juga ditetapkan kepada dua orang lainya yaitu Direktur PT. Media Karya Sentosa (MKS), ABD atau Antonio Bambang Djatmiko sebagai pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 ayat 1 huruf a serta Pasal 5 ayat 1 huruf b Juncto Pasal 13 Juncto Pasal 55. Sedangkan Kopral Satu Darmono, KPK menyerahkannya ke pihak Polisi Militer Angkatan Laut (POM AL).
Selanjutnya, Fuad Amin Imron dan Rauf dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) POMDAM Jaya Guntur Jakarta Selatan. Sementara Antonio ditahan di Rutan KPK. Untuk Kopral Satu Darmono diserahkan kepada Puspomal.
Penulis: F-5/AF
Sumber:Suara Pembaruan