Trigger Positif ke Pasar Uang Sangat Minim JAKARTA-Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (30/7) diperkirakan bergerak fluktuatif karena...
Trigger Positif ke Pasar Uang Sangat Minim
JAKARTA-Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (30/7) diperkirakan bergerak fluktuatif karena dari sisi internal, belum banyak trigger positif yang masuk ke pasar uang. Kondisi ini menyebabkan ruang bagi penguatan rupiah menjadi sangat terbatas.v âRupiah bergerak dikisaran 10.220-10.300 per dollar Amerika Serikat (AS),â ujar analis valas Trust Securitas, Reza Priyambada di Jakarta, Senin (29/7). Sebenarnya kata Reza, sintemen yang mempengaruhi rupiah masih sama dengan sentimen sepekan sebelumnya. Pelaku pasar uang masih dihantui kecemasan, setelah perbedaan sikap antara Gubernur BI dan Mentri Keuangan soal rupiah mencuat ke permukaan. Bagi pelaku pasar, perbedaan sikap ini mensinyalkan bahwa rupiah memang sengaja dibiarkan melemah untuk meningkatkan daya saing barang-barang ekspor Indonesia. Menurut dia, hingga saat ini, belum ada sentimen positif yang menggerakan rupiah. Karena itu, dia memperkirakan, tekanan terhadap rupiah masih terus terjadi. Apalagi dari BI sendiri mensinyalkan, secara bertahap mengurangi intervensi dengan menggunakan cadangan devisa karena apa yang sudah dilakukan BI selama ini ternyata hanya menguras cadangan devisa tanpa memperbaiki kinerja mata uang rupiah. âJadi, sentimen positif dari dalam negeri masih belum ada,â jelas dia. Namun demikian kata dia, rilis data soal inflasi sedikit menahan pelemahan rupiah.  Bagi pelaku pasar valas, sudah muncul espektasi bahwa  BI akan kembali menaikan suku bunga acuan atau BI Rate. âDengan espektasi tersebut bisa menjaga nilai tukar rupiah sehingga tidak jatuh terlalu dalam,â imbuh dia. Dari eksternal kata dia, stagnannya pergerakan rupiah sebagai imbas menguatnya mata Yen Jepang.  Sebab ketika nilai Yen Jepang naik maka dollar AS mengalami pelemahan. âDan mata uang rupiah sedikit terbantu dengan pelemahan dollar AS ini. Kita berharap sentimen positif global, sehingga bisa menopang penguatan rupiah,â  tegas dia. Belum Menganggu Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Eko Listiyanto, pelemahan rupiah yang sempat menyentuh angka 10.300 per dollar AS belum berada pada taraf mengganggu stabilitas fiskal, meski pelemahan ini sudah enambah besaran defisit APBN akibat beban untang dan kenaikan harga produk impor.  âSaya kira, pelemahan rupiah ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena rupiah akan menuju titik keseimbangan baru di kisaran Rp10.000,â ujar dia. Menurut Eko, jika melihat asumsi nilai tukar rupiah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013, maka rupiah sudah terdepresiasi lebih dari Rp500. Namun demikian, kata Eko, pelemahan rupiah tersebut belum berada pada taraf mengganggu APBN. "Level rupiah bisa dikatakan tidak aman bagi anggaran, harus dihitung terlebih dahulu. Cuma kalau terus melemah, tentu dampak psikologisnya akan terasa," tuturnya. Eko mengaku enggan untuk menyebutkan pada level berapa rupiah bisa dikategorikan dapat mengganggu stabilitas fiskal. "Mungkin rupiah akan menemukan equilibrium barunya pada kisaran Rp10.000," ucap eko. Dia menambahkan, kecenderungan rupiah yang akan berada di kisaran Rp10.000 per dolar AS itu, tentunya tidak sesuai dengan skenario yang telah di tetapkan di APBN-P 2013 sebesar Rp9.600. Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Zenathan Adnin mengatakan, kurs rupiah yang meleset jauh dari asumsi APBN-P 2013 berdampak negatif bagi perekonomian. "Jadi pada Juli-Agustus ini krusial sekali, karena tekanan inflasi begitu besar akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. Lalu ada momentum Ramadhan dan Lebaran, ditambah kekacauan manajemen logistik dan imported inflation," paparnya di Jakarta, Senin (29/7). Zenathan menjelaskan, kecenderungan pelemahan rupiah selalu ada selama neraca perdagangan dan transaksi berjalan masih mengalami defisit. Selain itu, lanjut dia, sentimen investor yang melarikan dananya ke luar negeri juga berpengaruh terhadap nilai tukar, namun dampaknya tidak permanen seperti pada defisit neraca perdagangan. "Pada akhirnya, apabila pada Kuartal IV 2013 pemerintah bisa memanfaatkan momentum untuk menekan inflasi dan kembali memperbaiki iklim investasi, maka ada harapan nilai rupiah kita akan menguat kembali," ucap Zenathan. (gam/bud)
JAKARTA-Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (30/7) diperkirakan bergerak fluktuatif karena dari sisi internal, belum banyak trigger positif yang masuk ke pasar uang. Kondisi ini menyebabkan ruang bagi penguatan rupiah menjadi sangat terbatas.v âRupiah bergerak dikisaran 10.220-10.300 per dollar Amerika Serikat (AS),â ujar analis valas Trust Securitas, Reza Priyambada di Jakarta, Senin (29/7). Sebenarnya kata Reza, sintemen yang mempengaruhi rupiah masih sama dengan sentimen sepekan sebelumnya. Pelaku pasar uang masih dihantui kecemasan, setelah perbedaan sikap antara Gubernur BI dan Mentri Keuangan soal rupiah mencuat ke permukaan. Bagi pelaku pasar, perbedaan sikap ini mensinyalkan bahwa rupiah memang sengaja dibiarkan melemah untuk meningkatkan daya saing barang-barang ekspor Indonesia. Menurut dia, hingga saat ini, belum ada sentimen positif yang menggerakan rupiah. Karena itu, dia memperkirakan, tekanan terhadap rupiah masih terus terjadi. Apalagi dari BI sendiri mensinyalkan, secara bertahap mengurangi intervensi dengan menggunakan cadangan devisa karena apa yang sudah dilakukan BI selama ini ternyata hanya menguras cadangan devisa tanpa memperbaiki kinerja mata uang rupiah. âJadi, sentimen positif dari dalam negeri masih belum ada,â jelas dia. Namun demikian kata dia, rilis data soal inflasi sedikit menahan pelemahan rupiah.  Bagi pelaku pasar valas, sudah muncul espektasi bahwa  BI akan kembali menaikan suku bunga acuan atau BI Rate. âDengan espektasi tersebut bisa menjaga nilai tukar rupiah sehingga tidak jatuh terlalu dalam,â imbuh dia. Dari eksternal kata dia, stagnannya pergerakan rupiah sebagai imbas menguatnya mata Yen Jepang.  Sebab ketika nilai Yen Jepang naik maka dollar AS mengalami pelemahan. âDan mata uang rupiah sedikit terbantu dengan pelemahan dollar AS ini. Kita berharap sentimen positif global, sehingga bisa menopang penguatan rupiah,â  tegas dia. Belum Menganggu Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Eko Listiyanto, pelemahan rupiah yang sempat menyentuh angka 10.300 per dollar AS belum berada pada taraf mengganggu stabilitas fiskal, meski pelemahan ini sudah enambah besaran defisit APBN akibat beban untang dan kenaikan harga produk impor.  âSaya kira, pelemahan rupiah ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena rupiah akan menuju titik keseimbangan baru di kisaran Rp10.000,â ujar dia. Menurut Eko, jika melihat asumsi nilai tukar rupiah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013, maka rupiah sudah terdepresiasi lebih dari Rp500. Namun demikian, kata Eko, pelemahan rupiah tersebut belum berada pada taraf mengganggu APBN. "Level rupiah bisa dikatakan tidak aman bagi anggaran, harus dihitung terlebih dahulu. Cuma kalau terus melemah, tentu dampak psikologisnya akan terasa," tuturnya. Eko mengaku enggan untuk menyebutkan pada level berapa rupiah bisa dikategorikan dapat mengganggu stabilitas fiskal. "Mungkin rupiah akan menemukan equilibrium barunya pada kisaran Rp10.000," ucap eko. Dia menambahkan, kecenderungan rupiah yang akan berada di kisaran Rp10.000 per dolar AS itu, tentunya tidak sesuai dengan skenario yang telah di tetapkan di APBN-P 2013 sebesar Rp9.600. Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Zenathan Adnin mengatakan, kurs rupiah yang meleset jauh dari asumsi APBN-P 2013 berdampak negatif bagi perekonomian. "Jadi pada Juli-Agustus ini krusial sekali, karena tekanan inflasi begitu besar akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. Lalu ada momentum Ramadhan dan Lebaran, ditambah kekacauan manajemen logistik dan imported inflation," paparnya di Jakarta, Senin (29/7). Zenathan menjelaskan, kecenderungan pelemahan rupiah selalu ada selama neraca perdagangan dan transaksi berjalan masih mengalami defisit. Selain itu, lanjut dia, sentimen investor yang melarikan dananya ke luar negeri juga berpengaruh terhadap nilai tukar, namun dampaknya tidak permanen seperti pada defisit neraca perdagangan. "Pada akhirnya, apabila pada Kuartal IV 2013 pemerintah bisa memanfaatkan momentum untuk menekan inflasi dan kembali memperbaiki iklim investasi, maka ada harapan nilai rupiah kita akan menguat kembali," ucap Zenathan. (gam/bud)