Demokrasi Harus Diselamatkan JAKARTA-Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai demokrasi di Jawa Timur harus diselamatkan menyusul...
Demokrasi Harus Diselamatkan
JAKARTA-Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai demokrasi di Jawa Timur harus diselamatkan menyusul sikap Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur yang tidak demokratis. Sikap tidak netral penyelenggara pemilu justru mematikan proses demokrasi. âDemokrasi di Jatim harus diselamatkan. Bu Khofifah (Khofifah Indar Parawansa) sudah dua kali menjadi korban kejahatan politik. Ini tak boleh dibiarkan. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bisa menjadi penyelamat, demi kebaikan Jawa Timur dan masyarakat nasional," kata Ketua Koordinator Cabang Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Putri (Kopri) Jawa Timur, Athik Hidayatul Ummah dalam rilisnya di Jakarta, Selasa,(30/7). Menurut  Athik Hidayatul Ummah, terjegalnya pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Herman Suryadi Sumawiredja  atau BerKah membuktikan adanya pemasungan hak konstitusional warga sedemikian rupa untuk dicalonkan. Efeknya, Ketua Umum Muslimat NU itu batal tampil di pilgub Jatim. "Apalagi fakta yang muncul di tiga kali persidangan DKPP jelas membuktikan adanya upaya penjegalan. Diduga ada kekuatan besar yang membuat Komisioner KPU tak netral," kata Athik. Karena itu, Athik berharap DKPP mengeluarkan keputusan seadil-adilnya pada Rabu (31/7), sehingga pasangan BerKah bisa melenggang maju sebagai pasangan calon untuk Pilgub Jatim. DKPP juga harus menindak tegas semua penyelenggara pemilu yang bersalah. "DKPP harus bisa menjadi penyelamat, demi kebaikan Jawa Timur dan masyarakat nasional," jelasnya Lolosnya Khofifah-Herman sebagai pasangan calon Gubernur Jatim, katanya, akan menentukan nasib demokrasi di Jatim dan nasional. Dia memprediksi, jika Khofifah tak masuk pencalonan, jumlah golput pasti tinggi, terutama kalangan perempuan. Dia menambahkan, selain Papua, Jatim menempati rangking kedua dalam hal buruknya penyelenggaraan pilkada. "Ini sungguh memperihatinkan, karena terjadi di daerah yang selama ini menjadi barometer politik nasional," katanya. Sementara itu, pengamat Hukum tata negara, Margarito Kamis meminta DKPP agar fokus kepada pengambilan keputusan melalui voting dengan komposisi 3:2 terkait kasus pilkada Jawa Timur yang gugatannya diajukan calon gubernur Khofifah-Herman. Diakui Margarito, pengambilan keputusan melalui voting tetap dibenarkan. Namun yang perlu dilihat itu adalah pada proses pengambilan keputusan tersebut apakah ada keberpihakan yang merugikan ataupun menguntungkan salah satu pihak. "Itu yang harus diungkap DKPP, adakah dugaan pelanggaran kode etik dalam proses menuju voting. Jadi sanksi yang dijatuhkan nanti tidak harus seragam," jelasnya Margarito juga berharap DKPP memegang prinsip independen, proporsional dan profesional. Menurut dia, dalam menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik, DKPP harus melihat derajat kesalahan masing-masing individu. "Sanksi yang dijatuhkan tidak harus sama, tapi disesuaikan dengan tingkat kesalahan,"pungkasnya.  (gam/cea)
JAKARTA-Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai demokrasi di Jawa Timur harus diselamatkan menyusul sikap Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur yang tidak demokratis. Sikap tidak netral penyelenggara pemilu justru mematikan proses demokrasi. âDemokrasi di Jatim harus diselamatkan. Bu Khofifah (Khofifah Indar Parawansa) sudah dua kali menjadi korban kejahatan politik. Ini tak boleh dibiarkan. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bisa menjadi penyelamat, demi kebaikan Jawa Timur dan masyarakat nasional," kata Ketua Koordinator Cabang Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Putri (Kopri) Jawa Timur, Athik Hidayatul Ummah dalam rilisnya di Jakarta, Selasa,(30/7). Menurut  Athik Hidayatul Ummah, terjegalnya pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Herman Suryadi Sumawiredja  atau BerKah membuktikan adanya pemasungan hak konstitusional warga sedemikian rupa untuk dicalonkan. Efeknya, Ketua Umum Muslimat NU itu batal tampil di pilgub Jatim. "Apalagi fakta yang muncul di tiga kali persidangan DKPP jelas membuktikan adanya upaya penjegalan. Diduga ada kekuatan besar yang membuat Komisioner KPU tak netral," kata Athik. Karena itu, Athik berharap DKPP mengeluarkan keputusan seadil-adilnya pada Rabu (31/7), sehingga pasangan BerKah bisa melenggang maju sebagai pasangan calon untuk Pilgub Jatim. DKPP juga harus menindak tegas semua penyelenggara pemilu yang bersalah. "DKPP harus bisa menjadi penyelamat, demi kebaikan Jawa Timur dan masyarakat nasional," jelasnya Lolosnya Khofifah-Herman sebagai pasangan calon Gubernur Jatim, katanya, akan menentukan nasib demokrasi di Jatim dan nasional. Dia memprediksi, jika Khofifah tak masuk pencalonan, jumlah golput pasti tinggi, terutama kalangan perempuan. Dia menambahkan, selain Papua, Jatim menempati rangking kedua dalam hal buruknya penyelenggaraan pilkada. "Ini sungguh memperihatinkan, karena terjadi di daerah yang selama ini menjadi barometer politik nasional," katanya. Sementara itu, pengamat Hukum tata negara, Margarito Kamis meminta DKPP agar fokus kepada pengambilan keputusan melalui voting dengan komposisi 3:2 terkait kasus pilkada Jawa Timur yang gugatannya diajukan calon gubernur Khofifah-Herman. Diakui Margarito, pengambilan keputusan melalui voting tetap dibenarkan. Namun yang perlu dilihat itu adalah pada proses pengambilan keputusan tersebut apakah ada keberpihakan yang merugikan ataupun menguntungkan salah satu pihak. "Itu yang harus diungkap DKPP, adakah dugaan pelanggaran kode etik dalam proses menuju voting. Jadi sanksi yang dijatuhkan nanti tidak harus seragam," jelasnya Margarito juga berharap DKPP memegang prinsip independen, proporsional dan profesional. Menurut dia, dalam menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik, DKPP harus melihat derajat kesalahan masing-masing individu. "Sanksi yang dijatuhkan tidak harus sama, tapi disesuaikan dengan tingkat kesalahan,"pungkasnya.  (gam/cea)