LPSK Temukan 5 Penyebab Konflik SARA SAMPANG - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut menginvestigasi kasus konflik antara kelom...
LPSK Temukan 5 Penyebab Konflik SARA
SAMPANG - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut menginvestigasi kasus konflik antara kelompok Sunni dan Syiah yang terjadi di Sampang, Madura beberapa waktu lalu. Dari investigasi yang dilakukan, LPSK menemukan 5 penyebab konflik SARA itu. "Selama memberi perlindungan, kami melihat ada 2 kasus yang terjadi dalam konflik penyerangan aliran Sunni kepada aliran Syiah yang mayoritas berada di Sampang," ujar anggota Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK, Teguh Soedarsono, seperti dikutip dari detik.com. Hal itu dikatakan Teguh dalam konferensi Pers Laporan Aktivitas LPSK dalam Kasus Pertikaian Intoleransi Beragama di Kabupaten Sampang-Madura, di kantornya, Jalan Proklamasi no 56, Jakarta Pusat, Selasa (07/5). Kasus pertama terjadi pada tanggal 29 Desember 2011 di desa Bluâuran kecamatan Karang Penang. Akibat konflik itu, beberapa rumah dirusak. Polisi lalu menetapkan tersangka adalah Tajul Muluk, Ikil alias Minal, Saiful Ulum Hani, Saripin, dan Rizkiatul Fitrah. Kasus kedua, terjadi pada tanggal 26 Agustus 2012 di desa Nangkernang kecamatan Omben. Dalam konflik ini, 1 orang tewas dan 1 orang lainnya kritis terkena sabetan celurit, serta puluhan orang menderita luka-luka, juga 49 rumah terbakar. Tersangka kasus ini adalah Saniwan, Mukhsin, Mad Safi, Hadiri, dan Ro'is yang saat ini telah diproses di Jawa Timur. Dari dua kasus tersebut, kata Teguh, LPSK menemukan 5 penyebab konflik. Pertama, karena adanya fatwa dan seruan MUI Jatim, PWNU Jatim, dan ulama Bassara yang menyatakan Syiah sebagai aliran sesat sehingga penganut harus dibaiat menjadi Sunni. Kedua, adanya pernyataan dari Bupati Sampang dahulu, yang menolak keberadaan masyarakat penganut Syiah di wilayah kabupaten Sampang. Ketiga, putusan pengadilan negeri Sampang dan Pengadilan Tinggi yang menyatakan Tajul Muluk merupakan tokoh Sunni dianggap telah melakukan penistaan agama, kemudian yang bersangkutan dihukum penjara 2 tahun. Dan pada proses banding, Pengadilan Tinggi memperberat menjadi 4 tahun penjara. Keempat, konflik pribadi antara Ro'is yang merupakan tokoh Syiah dengan Tajul Muluk diikuti oleh masing-masing pengikut secara berkepanjangan. "Terakhir pada masa tersebut ada pemilihan Bupati Sampang dahulu, yang menggalang masa dan suara dari masyarakat Sunni, namun pada akhirnya dia (Bupati Sampang) tidak menang juga sehingga menjadi salah satu penyebab konflik," tandasnya. (msa/rah)
SAMPANG - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut menginvestigasi kasus konflik antara kelompok Sunni dan Syiah yang terjadi di Sampang, Madura beberapa waktu lalu. Dari investigasi yang dilakukan, LPSK menemukan 5 penyebab konflik SARA itu. "Selama memberi perlindungan, kami melihat ada 2 kasus yang terjadi dalam konflik penyerangan aliran Sunni kepada aliran Syiah yang mayoritas berada di Sampang," ujar anggota Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK, Teguh Soedarsono, seperti dikutip dari detik.com. Hal itu dikatakan Teguh dalam konferensi Pers Laporan Aktivitas LPSK dalam Kasus Pertikaian Intoleransi Beragama di Kabupaten Sampang-Madura, di kantornya, Jalan Proklamasi no 56, Jakarta Pusat, Selasa (07/5). Kasus pertama terjadi pada tanggal 29 Desember 2011 di desa Bluâuran kecamatan Karang Penang. Akibat konflik itu, beberapa rumah dirusak. Polisi lalu menetapkan tersangka adalah Tajul Muluk, Ikil alias Minal, Saiful Ulum Hani, Saripin, dan Rizkiatul Fitrah. Kasus kedua, terjadi pada tanggal 26 Agustus 2012 di desa Nangkernang kecamatan Omben. Dalam konflik ini, 1 orang tewas dan 1 orang lainnya kritis terkena sabetan celurit, serta puluhan orang menderita luka-luka, juga 49 rumah terbakar. Tersangka kasus ini adalah Saniwan, Mukhsin, Mad Safi, Hadiri, dan Ro'is yang saat ini telah diproses di Jawa Timur. Dari dua kasus tersebut, kata Teguh, LPSK menemukan 5 penyebab konflik. Pertama, karena adanya fatwa dan seruan MUI Jatim, PWNU Jatim, dan ulama Bassara yang menyatakan Syiah sebagai aliran sesat sehingga penganut harus dibaiat menjadi Sunni. Kedua, adanya pernyataan dari Bupati Sampang dahulu, yang menolak keberadaan masyarakat penganut Syiah di wilayah kabupaten Sampang. Ketiga, putusan pengadilan negeri Sampang dan Pengadilan Tinggi yang menyatakan Tajul Muluk merupakan tokoh Sunni dianggap telah melakukan penistaan agama, kemudian yang bersangkutan dihukum penjara 2 tahun. Dan pada proses banding, Pengadilan Tinggi memperberat menjadi 4 tahun penjara. Keempat, konflik pribadi antara Ro'is yang merupakan tokoh Syiah dengan Tajul Muluk diikuti oleh masing-masing pengikut secara berkepanjangan. "Terakhir pada masa tersebut ada pemilihan Bupati Sampang dahulu, yang menggalang masa dan suara dari masyarakat Sunni, namun pada akhirnya dia (Bupati Sampang) tidak menang juga sehingga menjadi salah satu penyebab konflik," tandasnya. (msa/rah)