Kualitas Pendidikan Semakin Rendah Mereka berupaya semaksimal mungkin guna pemenuhan kebutuhan perut mereka sambil mencoba untuk memberikan ...
Kualitas Pendidikan Semakin Rendah
Mereka berupaya semaksimal mungkin guna pemenuhan kebutuhan perut mereka sambil mencoba untuk memberikan pendidikan kepada putera puterinya lewat sekolah, baik itu formal maupun non formalSURABAYA â" Pendidikan merupakan pilar bangsa, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kokohnya pilar tersebut berdiri. Usaha dalam membangun pilar tersebut, telah nampak dari masa ke masa. Semua elemen mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat telah bersinergi dalam usaha membangunnya. Pemerintah pusat yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah dan terus melakukan usaha, begitu pula dengan pemerintah daerah yang diwakili oleh Dinas Pendidikan. Sebagai contoh yang terjadi di Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang belum genap setahun Dinas Pendidikan tersebut berada di bawah kepemimpinan Kepala Dinas yang baru, namun telah banyak kebijakan yang dilahirkan dalam rangka membangun pendidikan di Kota Surabaya. Sayangnya salah satu contoh kebijakan yang membuat geger guru-guru, dan gedung dewan tersebut,  menuai protes dari berbagai kalangan, karena rotasi guru PNS bagi masa kerja lebih dari 10 tahun. Masalah lain yang tak kalah pentingnya adalah tentang penyampaian kurikulum ke anak didik, seperti kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dinilai sangat lemah implementasinya karena disampaikan satu arah dari guru ke siswa. âSemangat untuk meningkatkan pelayanan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun terus berkurang. Ini akibat dari pelaksana kebijakan itu sendiri,ââujar Pengamat Pendidikan Drs M. Isa Anshori, MM, Rabu (1/5). Beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit, mulai dari kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan yang dinilai kacau, menjadi akumulasi dari adanya dugaan kebocoran jawaban ujian nasional di tingkat SMA/SMK hingga SMP di Kota Pahlawan. Bila kejadian itu terbukti dilakukan secara sistematis dan terencana, maka pelaksanaan UN pada tahun ini bisa dikatakan gagal. âBagaimana tidak gagal, UN saja tidak dilakukan serentak di seluruh Indonesia karena terhambat masalah distribusi soal. Dimana UN yang dulu menjadi penentu kelulusan sekarang menjadi skala pemetaan. Paradigmanya ini yang harus dirubah dengan peningkatan kualitas anak didiknya terlebih dahulu,â terang dia. Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tidankan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, tidak hanya memperhatikan kepada kenaikan anggaran saja. Sebab percuma saja, lanjut Ketua Dewan Pendidikan Surabaya ini, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. âMasalah pendidikan kita luar biasa. Ditingkat sekolah itu tidak semuanya bisa menunjang. Solusinya kontrol harus dikuatkan oleh pemerintah baik itu provinsi, kabupaten/kota maupun pusat. Tentunya didukung oleh sekolah masing-masing dalam membuat program untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik,â tegas dia. Pendidikan berkualitas memang tidak murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. âOrang miskin tentu juga punya cita-cita, dan cita-cita yang paling sederhana bagi mereka adalah tidak mewariskan kemiskinannya kepada anak-anaknya. Bagi mereka, saat ini yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa memotong mata rantai kemiskinan yang mereka alami segera agar tidak diwarisi oleh anak-anak mereka. Mereka berupaya semaksimal mungkin guna pemenuhan kebutuhan perut mereka sambil mencoba untuk memberikan pendidikan kepada putera puterinya lewat sekolah, baik itu formal maupun non formal,â pungkasnya. (ara) caption photo: Pengamat Pendidikan Drs M. Isa Anshori, MM