Pertanyakan Pungutan e-KTP, LSM Ngeluruk Kantor Dewan SUMENEP â" Aliansi  lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Ba...
Pertanyakan Pungutan e-KTP, LSM Ngeluruk Kantor Dewan
SUMENEP â" Aliansi  lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Bambu Runcing dan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat Madura (GPMD) melakukan hearing ke Komisi A DPRD Sumenep, kemarin (22/1). Mereka meminta pertanggung jawaban dewan terkait dugaan pungutan biaya pengambilan e-KTP oleh UPT Disduk Capil Kecamatan Ganding. Koordinator hearing, Ferry Arbania mengungkapkan, masyarakat Dusun Mandala Desa Ketawang Karay Kecamatan Ganding dipungut biaya Rp. 3000 saat hendak mengambil e-KTP. âSejak tiga hari yang lalu sudah dilakukan oleh pihak UPT Disduk Capil Ganding,â katanya setelah bertemu dewan. Ia meminta Komisi A DPRD Sumenep menelusuri temuan yang meresahkan warga tersebut. âDi Sumenep berbeda dengan di Surabaya. Di Surabaya kalaupun melakukan pungutan sudah ada perdanya tersendiri,â tegasnya. Adanya pungutan tersebut diakui warga Desa Ketawang Karay. âBenar kalau meÂngambil e-KTP ke desa harus memÂbayar,â kata pria berkepala empat yang enggan disebut namanya, Kamis (17/1). Sementara Ketua Komisi A Abrori Mannan berjanji akan segera mendalami kasus dugaan pungutan biaya yang telah dilakukan oleh UPT Disduk Capil Ganding. Kalau terbukti adanya pelanggaran dan berkaitan dengan hukum, maka akan ditempuh melewati jalur hukum. âKalau menyangkut hukum saya kira ini harus diselesaikan juga dijalur hukum,â katanya kepada wartawan, kemarin (22/1). Namun, menurut Abrori, jika persoalan ini hanya berupa kebijakan yang dilakukan oleh dinas terkait, pihaknya hanya akan melakukan pemanggilan untuk meminta pertangung jawabannya. âKami akan segera memanggil pihak terkait untuk diklarisifikasi di forum komisi, dan kami akan meminta keterangan perjalanan yang sebenarnya,â tambahnya. Kepala Kadispendukcapil Zaini menduga, pungutan Rp. 3.000 tersebut kemungkinan uang ganti materai. âBagi warga yang tidak memiliki KTP, saat mengambil fisik e-KTP, wajib membeli materai dan ditandatangani. Mungkin masyarakat awam masih belum mengerti,â katanya, Kamis (17/1). (edy/athink/mk)
SUMENEP â" Aliansi  lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Bambu Runcing dan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat Madura (GPMD) melakukan hearing ke Komisi A DPRD Sumenep, kemarin (22/1). Mereka meminta pertanggung jawaban dewan terkait dugaan pungutan biaya pengambilan e-KTP oleh UPT Disduk Capil Kecamatan Ganding. Koordinator hearing, Ferry Arbania mengungkapkan, masyarakat Dusun Mandala Desa Ketawang Karay Kecamatan Ganding dipungut biaya Rp. 3000 saat hendak mengambil e-KTP. âSejak tiga hari yang lalu sudah dilakukan oleh pihak UPT Disduk Capil Ganding,â katanya setelah bertemu dewan. Ia meminta Komisi A DPRD Sumenep menelusuri temuan yang meresahkan warga tersebut. âDi Sumenep berbeda dengan di Surabaya. Di Surabaya kalaupun melakukan pungutan sudah ada perdanya tersendiri,â tegasnya. Adanya pungutan tersebut diakui warga Desa Ketawang Karay. âBenar kalau meÂngambil e-KTP ke desa harus memÂbayar,â kata pria berkepala empat yang enggan disebut namanya, Kamis (17/1). Sementara Ketua Komisi A Abrori Mannan berjanji akan segera mendalami kasus dugaan pungutan biaya yang telah dilakukan oleh UPT Disduk Capil Ganding. Kalau terbukti adanya pelanggaran dan berkaitan dengan hukum, maka akan ditempuh melewati jalur hukum. âKalau menyangkut hukum saya kira ini harus diselesaikan juga dijalur hukum,â katanya kepada wartawan, kemarin (22/1). Namun, menurut Abrori, jika persoalan ini hanya berupa kebijakan yang dilakukan oleh dinas terkait, pihaknya hanya akan melakukan pemanggilan untuk meminta pertangung jawabannya. âKami akan segera memanggil pihak terkait untuk diklarisifikasi di forum komisi, dan kami akan meminta keterangan perjalanan yang sebenarnya,â tambahnya. Kepala Kadispendukcapil Zaini menduga, pungutan Rp. 3.000 tersebut kemungkinan uang ganti materai. âBagi warga yang tidak memiliki KTP, saat mengambil fisik e-KTP, wajib membeli materai dan ditandatangani. Mungkin masyarakat awam masih belum mengerti,â katanya, Kamis (17/1). (edy/athink/mk)