Pengamat: Elit Politik Jatim Belum Siap Berdemokrasi SURABAYA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Prib...
Pengamat: Elit Politik Jatim Belum Siap Berdemokrasi
SURABAYA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi, menilai elit politik di Jawa Timur belum siap berdemokrasi dengan terhadangnya pasangan Khofifah-Herman untuk maju dalam Pilkada Jatim. "Terhadangnya Khofifah-Herman adalah imbas dari indikasi tampilnya ketidaksantunan politik yang tidak menginginkan untuk berkompetisi secara fair," katanya di Surabaya, Senin, menanggapi keputusan KPU Jatim tentang penetapan tiga pasangan calon selain Khofifah-Herman. Dalam sidang pleno pada Minggu (14/7) siang hingga menjelang tengah malam, KPU Jatim memutuskan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman Sumawiredja tidak memenuhi syarat karena memiliki modal suara tidak sampai batas minimal yang ditentukan, yakni 15 persen. Hasil itu membuat tiga pasangan saja yang dinyatakan lolos yakni pasangan Eggi Sudjana-Muhammad Sihat (jalur perseorangan), Bambang DH-Said Abdullah (PDI Perjuangan), dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (mayoritas partai politik parlemen, kecuali PDIP dan PKB). Menurut Airlangga Pribadi yang juga pengajar pada Departemen Politik FISIP Unair itu, ketidaksiapan elit politik berkompetisi itu menunjukkan bahwa nilai-nilai demokrasi masih belum menjadi habitus (kebiasaan) dari elit politik di Jatim, apalagi dikemas dengan alasan regulasi untuk membenarkan ketidaksiapan itu. "Keputusan KPU memperlihatkan bahwa jajaran KPU Jatim tidak melihat persoalan ini sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dengan mempertimbangkan begitu jelasnya berbagai kejanggalan-kejanggalan dalam proses seleksi kandidat," katanya. Kandidat doktor (PhD) pada Asia Research Center Murdoch University itu menilai untuk menjaga integritas KPU dalam proses pilkada mestinya KPU berani mengambil langkah untuk mengulangi kembali dari awal proses pencalonan, khususnya calon terkait dukungan ganda. "Mestinya KPU perlu melihat proses penjegalan politik melalui 'pembajakan' dukungan terhadap partai-partai non-parlemen yang sudah mendukung Khofifah-Herman sejak awal, lalu ada calon lain mengajukan nama yang sama dengan memainkan regulasi, karena itu KPU harus mengulang untuk netralitas," katanya. Senada dengan itu, Calon Wakil Gubernur yang diusung PDI Perjuangan, Said Abdullah, menyesalkan ketidaklolosan pasangan Khofifah-Herman Sumawiredja menjadi peserta di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur 2013. "Bambang-Said turut prihatin atas pencoretan Khofifah-Herman. Kami berharap KPU Jatim benar-benar bertindak sebagai wasit yang netral sehingga Pilkada ini berlangsung jujur dan adil, jangan bertindak atas pesanan tertentu. Kami meminta semua pihak menjunjung tinggi etika demokrasi, agar kuasa rakyat menang atas kuasa uang," katanya. (ant/dik)
SURABAYA - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi, menilai elit politik di Jawa Timur belum siap berdemokrasi dengan terhadangnya pasangan Khofifah-Herman untuk maju dalam Pilkada Jatim. "Terhadangnya Khofifah-Herman adalah imbas dari indikasi tampilnya ketidaksantunan politik yang tidak menginginkan untuk berkompetisi secara fair," katanya di Surabaya, Senin, menanggapi keputusan KPU Jatim tentang penetapan tiga pasangan calon selain Khofifah-Herman. Dalam sidang pleno pada Minggu (14/7) siang hingga menjelang tengah malam, KPU Jatim memutuskan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman Sumawiredja tidak memenuhi syarat karena memiliki modal suara tidak sampai batas minimal yang ditentukan, yakni 15 persen. Hasil itu membuat tiga pasangan saja yang dinyatakan lolos yakni pasangan Eggi Sudjana-Muhammad Sihat (jalur perseorangan), Bambang DH-Said Abdullah (PDI Perjuangan), dan Soekarwo-Saifullah Yusuf (mayoritas partai politik parlemen, kecuali PDIP dan PKB). Menurut Airlangga Pribadi yang juga pengajar pada Departemen Politik FISIP Unair itu, ketidaksiapan elit politik berkompetisi itu menunjukkan bahwa nilai-nilai demokrasi masih belum menjadi habitus (kebiasaan) dari elit politik di Jatim, apalagi dikemas dengan alasan regulasi untuk membenarkan ketidaksiapan itu. "Keputusan KPU memperlihatkan bahwa jajaran KPU Jatim tidak melihat persoalan ini sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dengan mempertimbangkan begitu jelasnya berbagai kejanggalan-kejanggalan dalam proses seleksi kandidat," katanya. Kandidat doktor (PhD) pada Asia Research Center Murdoch University itu menilai untuk menjaga integritas KPU dalam proses pilkada mestinya KPU berani mengambil langkah untuk mengulangi kembali dari awal proses pencalonan, khususnya calon terkait dukungan ganda. "Mestinya KPU perlu melihat proses penjegalan politik melalui 'pembajakan' dukungan terhadap partai-partai non-parlemen yang sudah mendukung Khofifah-Herman sejak awal, lalu ada calon lain mengajukan nama yang sama dengan memainkan regulasi, karena itu KPU harus mengulang untuk netralitas," katanya. Senada dengan itu, Calon Wakil Gubernur yang diusung PDI Perjuangan, Said Abdullah, menyesalkan ketidaklolosan pasangan Khofifah-Herman Sumawiredja menjadi peserta di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur 2013. "Bambang-Said turut prihatin atas pencoretan Khofifah-Herman. Kami berharap KPU Jatim benar-benar bertindak sebagai wasit yang netral sehingga Pilkada ini berlangsung jujur dan adil, jangan bertindak atas pesanan tertentu. Kami meminta semua pihak menjunjung tinggi etika demokrasi, agar kuasa rakyat menang atas kuasa uang," katanya. (ant/dik)