Pendeder Garam Beralih Profesi Jadi Buruh Tambak Udang PAMEKASAN - Sebagian pendeder garam di Desa Lembung, Kecamatan Galis Pamekasan, beral...
Pendeder Garam Beralih Profesi Jadi Buruh Tambak Udang
PAMEKASAN - Sebagian pendeder garam di Desa Lembung, Kecamatan Galis Pamekasan, beralih profesi menjadi buruh tambak udang vannamie. Hal ini mereka lakukan, karena mereka tidak bisa bergantung pada hasil panen garam, akibat curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim ini. Para pendeder ini bertugas membersihkan tambak udang yang baru dipanen, sebelum kembali tebar benih. Dalam setiap harinya, pendeder yang beralih profesi di desa tersebut mencapai 25 sampai 30 orang. Mereka terdiri dari pria dan wanita, berbaur menguras pasir tambak diangkut ke tepian. Sutiyah, salah satu pekerja mengaku terpaksa menjadi buruh tambak, karena pertanian garam musim ini kurang menguntungkan pendeder, karena cuaca tak menentu. Sedangkan kebutuhan untuk menafkahi keluarga mereka setiap harinya cukup tinggi, sehingga harus mencari pekerjaan lain. Apalagi, kebutuhan menjelang lebaran dipastikan meningkat, menyusul lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM) baru-baru ini. Ditanya soal pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi penaikan harga BBM, Sutiyah mengaku tidak menerimanya, sehingga ia terpaksa menjadi buruh tambak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Kalau sekarang ini yang penting halal dan menghasilkan. Pertanian garam kena hujan," katanya. Dari pekerjaan mengais pasir tambak itu, Sutiyah mengaku menerima upah sebesar Rp 25 ribu rupiah perhari. Upah ini diakui masih minim, namun cukup menunjang dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya. Ia juga mengaku tidak mencari pekerjaan lain, karena satu-satunya alternatif pekerjaan yang bisa dilakukan hanya menjadi buruh. Sementara itu, Mahfud, salah satu mandor sekaligus penanggung jawab pekerja salah satu tambak udang di Desa Lembung, Kecamatan Galis mengaku sangat terbantu dengan keberadaan pendeder yang beralih profesi menjadi buruh tambak. Sebab, ia sempat mengalami kesulitan dalam mencari pekerja, namun saat ini sangat mudah, bahkan kelebihan pekerja. "Dulu cari satu pekerja di daerah sini susah sekali. Warga sini tidak mau jadi buruh tambak, karena alasan tambak yang baru panen berbau tidak sedap. Tapi alhamdulillah sekarang mudah cari pekerja, dan gak perlu cari ke luar desa," katanya. Dia jelaskan upah para buruh tambak ini berfariatif antara Rp 25 sampai Rp 30 ribu sesuai beban kerja yang dilakukan pekerja. Pekerja yang bertugas mencangkul atau membongkar pelengsengan tambak menerima upah sebesar Rp 30 ribu, sedangkan pekerja yang mengangkut ke tepi tambak menerima upah Rp 25 ribu perharinya. Dengan jumlah pekerja yang cukup banyak ini, mempercepat proses pembersihan tambak, sehingga bisa segera tebar benih lagi. Biasanya, pembersihan tambak bisa memakan waktu selama dua minggu, namun saat ini bisa selesai dalam sepuluh hari. (uzi/muj/rah)
PAMEKASAN - Sebagian pendeder garam di Desa Lembung, Kecamatan Galis Pamekasan, beralih profesi menjadi buruh tambak udang vannamie. Hal ini mereka lakukan, karena mereka tidak bisa bergantung pada hasil panen garam, akibat curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim ini. Para pendeder ini bertugas membersihkan tambak udang yang baru dipanen, sebelum kembali tebar benih. Dalam setiap harinya, pendeder yang beralih profesi di desa tersebut mencapai 25 sampai 30 orang. Mereka terdiri dari pria dan wanita, berbaur menguras pasir tambak diangkut ke tepian. Sutiyah, salah satu pekerja mengaku terpaksa menjadi buruh tambak, karena pertanian garam musim ini kurang menguntungkan pendeder, karena cuaca tak menentu. Sedangkan kebutuhan untuk menafkahi keluarga mereka setiap harinya cukup tinggi, sehingga harus mencari pekerjaan lain. Apalagi, kebutuhan menjelang lebaran dipastikan meningkat, menyusul lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM) baru-baru ini. Ditanya soal pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi penaikan harga BBM, Sutiyah mengaku tidak menerimanya, sehingga ia terpaksa menjadi buruh tambak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Kalau sekarang ini yang penting halal dan menghasilkan. Pertanian garam kena hujan," katanya. Dari pekerjaan mengais pasir tambak itu, Sutiyah mengaku menerima upah sebesar Rp 25 ribu rupiah perhari. Upah ini diakui masih minim, namun cukup menunjang dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya. Ia juga mengaku tidak mencari pekerjaan lain, karena satu-satunya alternatif pekerjaan yang bisa dilakukan hanya menjadi buruh. Sementara itu, Mahfud, salah satu mandor sekaligus penanggung jawab pekerja salah satu tambak udang di Desa Lembung, Kecamatan Galis mengaku sangat terbantu dengan keberadaan pendeder yang beralih profesi menjadi buruh tambak. Sebab, ia sempat mengalami kesulitan dalam mencari pekerja, namun saat ini sangat mudah, bahkan kelebihan pekerja. "Dulu cari satu pekerja di daerah sini susah sekali. Warga sini tidak mau jadi buruh tambak, karena alasan tambak yang baru panen berbau tidak sedap. Tapi alhamdulillah sekarang mudah cari pekerja, dan gak perlu cari ke luar desa," katanya. Dia jelaskan upah para buruh tambak ini berfariatif antara Rp 25 sampai Rp 30 ribu sesuai beban kerja yang dilakukan pekerja. Pekerja yang bertugas mencangkul atau membongkar pelengsengan tambak menerima upah sebesar Rp 30 ribu, sedangkan pekerja yang mengangkut ke tepi tambak menerima upah Rp 25 ribu perharinya. Dengan jumlah pekerja yang cukup banyak ini, mempercepat proses pembersihan tambak, sehingga bisa segera tebar benih lagi. Biasanya, pembersihan tambak bisa memakan waktu selama dua minggu, namun saat ini bisa selesai dalam sepuluh hari. (uzi/muj/rah)