251 Tenaga Honorer Surabaya Tuntut Pesangon SURABAYA - Sebanyak 251 Tenaga honorer daerah di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) P...
251 Tenaga Honorer Surabaya Tuntut Pesangon
SURABAYA - Sebanyak 251 Tenaga honorer daerah di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menuntut pesangon. Salah seorang tenaga honorer yang telah dipecat, Heru Siswandi, mengatakan, ada perubahan pola pengambilan kebijakan antara Wali Kota Surabaya sebelumnya, Bambang Dwi Hartono dibandingkan dengan Tri Rismaharini. "Meskipun selama ini belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi ketika memasuki masa pensiun Bambang DH selalu memberikan pesangon," kata Heru saat mengadukan nasibnya ke DPRD Surabaya, Senin (29/7). Menurut dia, jika pekerja seks komersial (PSK) saja dikasih 'pesangon' ketika mereka dipulangkan, maka tenaga honorer yang nyata-nyata bekerja dan membantu pemkot puluhan tahun harus mendapatkan pesangon dan tidak dipecat begitu saja. Ia menjelaskan pesangon yang diberikan Bambang Dwi Hartono hanya sebesar enam kali gaji. "Tapi bagi kami itu sudah lebih dari cukup ketika hendak dipakai untuk modal dalam membuat usaha baru. Tapi semenjak bu Risma menjabat wali kota, pesangon itu ditiadakan," katanya. Heru mengungkapkan, berdasarkan data yang ia miliki sejak tahun 2009 hingga 2012 tercatat 251 tenaga honorer daerah yang dipecat oleh pemerintah kota. Oleh karena itu, ia mengimbau tenaga honorer yang masih aktif segera mengambil tindakan dan mulai mencari pekerjaan baru yang lebih baik. Sementara itu, kuasa hukum yang ditunjuk Honda, M. Sholeh menyatakan, bila kedatangan mereka kali ini sebenarnya sudah berulang kali. Baik di tingkat provinsi maupun Pemkot Surabaya, namun sejauh ini pula belum ada langkah konkret yang diambil untuk meringankan kegelisahan yang dirasakan para tenaga honorer daerah. "Pertanyaannya sekarang, apa jasa PSK di Bangun Sari dan Kremil buat pemerintah kota sehingga mereka sampai dikasih pesangon? Sedangkan tenaga honorer yang nyata-nyata bekerja untuk pemkot malah diabaikan," kata Sholeh. Sholeh mengakui, anggaran untuk biaya pesangon PSK memang tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah kota, sebab di dalamnya juga ada intervensi dari pemerintah pusat. "Saya tidak ingin masalah ini terus berlarut dan berkepanjangan. Saya mau tanya apa saja yang telah dilakukan dewan untuk membantu para honorer ini," katanya. Ketua Komisi A DPRD Surabaya Armudji menyatakan, bila selama ini komisinya telah berulang kali menyampaikan masalah tersebut ke Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Yayuk Eko Agustin. "Tapi mau bagaigimana lagi, selama ini Bu Yayuk menyatakan tidak berani mengucurkan dana untuk tenaga honorer ini. Alasan yang diberikan bu Yayuk cukup banyak, di antaranya para tenaga honorer daerah telah melewati batas usia," kata Armuji. Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Pemkot Surabaya Yayuk Eko Agustin mengatakan, sebelumnya pertambahan penghasilan di luar gaji bagi honorer ada karena diambilkan dari anggaran belanja tambahan penghasilan. Namun semenjak berlakukanya Permendagri 32/2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, itu sudah tidak bisa dilakukan. "Kita mau bagagimana coba? Itu kan perintah dari pusat. Kalau melanggar pasti kita yang kena dan disalahkan. Makanya, pesangon bagi honda tidak kita kasih," ujarnya. (ant/dik)
SURABAYA - Sebanyak 251 Tenaga honorer daerah di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menuntut pesangon. Salah seorang tenaga honorer yang telah dipecat, Heru Siswandi, mengatakan, ada perubahan pola pengambilan kebijakan antara Wali Kota Surabaya sebelumnya, Bambang Dwi Hartono dibandingkan dengan Tri Rismaharini. "Meskipun selama ini belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi ketika memasuki masa pensiun Bambang DH selalu memberikan pesangon," kata Heru saat mengadukan nasibnya ke DPRD Surabaya, Senin (29/7). Menurut dia, jika pekerja seks komersial (PSK) saja dikasih 'pesangon' ketika mereka dipulangkan, maka tenaga honorer yang nyata-nyata bekerja dan membantu pemkot puluhan tahun harus mendapatkan pesangon dan tidak dipecat begitu saja. Ia menjelaskan pesangon yang diberikan Bambang Dwi Hartono hanya sebesar enam kali gaji. "Tapi bagi kami itu sudah lebih dari cukup ketika hendak dipakai untuk modal dalam membuat usaha baru. Tapi semenjak bu Risma menjabat wali kota, pesangon itu ditiadakan," katanya. Heru mengungkapkan, berdasarkan data yang ia miliki sejak tahun 2009 hingga 2012 tercatat 251 tenaga honorer daerah yang dipecat oleh pemerintah kota. Oleh karena itu, ia mengimbau tenaga honorer yang masih aktif segera mengambil tindakan dan mulai mencari pekerjaan baru yang lebih baik. Sementara itu, kuasa hukum yang ditunjuk Honda, M. Sholeh menyatakan, bila kedatangan mereka kali ini sebenarnya sudah berulang kali. Baik di tingkat provinsi maupun Pemkot Surabaya, namun sejauh ini pula belum ada langkah konkret yang diambil untuk meringankan kegelisahan yang dirasakan para tenaga honorer daerah. "Pertanyaannya sekarang, apa jasa PSK di Bangun Sari dan Kremil buat pemerintah kota sehingga mereka sampai dikasih pesangon? Sedangkan tenaga honorer yang nyata-nyata bekerja untuk pemkot malah diabaikan," kata Sholeh. Sholeh mengakui, anggaran untuk biaya pesangon PSK memang tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah kota, sebab di dalamnya juga ada intervensi dari pemerintah pusat. "Saya tidak ingin masalah ini terus berlarut dan berkepanjangan. Saya mau tanya apa saja yang telah dilakukan dewan untuk membantu para honorer ini," katanya. Ketua Komisi A DPRD Surabaya Armudji menyatakan, bila selama ini komisinya telah berulang kali menyampaikan masalah tersebut ke Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Yayuk Eko Agustin. "Tapi mau bagaigimana lagi, selama ini Bu Yayuk menyatakan tidak berani mengucurkan dana untuk tenaga honorer ini. Alasan yang diberikan bu Yayuk cukup banyak, di antaranya para tenaga honorer daerah telah melewati batas usia," kata Armuji. Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Pemkot Surabaya Yayuk Eko Agustin mengatakan, sebelumnya pertambahan penghasilan di luar gaji bagi honorer ada karena diambilkan dari anggaran belanja tambahan penghasilan. Namun semenjak berlakukanya Permendagri 32/2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, itu sudah tidak bisa dilakukan. "Kita mau bagagimana coba? Itu kan perintah dari pusat. Kalau melanggar pasti kita yang kena dan disalahkan. Makanya, pesangon bagi honda tidak kita kasih," ujarnya. (ant/dik)