Tren Penderita HIV/AIDS Meningkat SUMENEP â" Penderita virus HIV/AIDS di Kabupaten Sumenep bertambah. Data di Dinas Pendidikan setempa...
Tren Penderita HIV/AIDS Meningkat
SUMENEP â" Penderita virus HIV/AIDS di Kabupaten Sumenep bertambah. Data di Dinas Pendidikan setempat, dari tahun 2011 hingga menjelang petengahan tahun 2013 ini sudah terdapat 46 orang yang dinyatakan positif menderita virus mematikan ini, dan enam sudah meninggal dunia. Pada tahun 2011 terdapat 7 penderita yang terdeteksi dan 3 diantaranya telah meninggal dunia. Tahun 2012 Terdapat 29 penderita dan 1 meninggal dunia, dan tahun 2013 hingga bulan April terdapat 10 penderita dan 2 diantaranya meninggal dunia. Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Sumenep Dwi Regnani mengatakan tingginya penderita penyakit HIV/AIDS di Sumenep disebabkan beberapa faktor penularan, seperti seks bebas. Penderita di daratan mereka gampang mengakses penyebab awal terjadinya penyakit tersebut seperti berhubungan seks bebas di luar Sumenep seperti di Surabaya. Dengan adanya jembatan suramadu, ke depan ia memprediksi akan semakin banyak penderita penyakit yang disebabkan seks bebas tersebut karena perkembangan informasi juga akan berdampak pada keingin tahuan masyarakat Sumenep terhadap hal-hal yang baru seperti mengkonsumsi minuman keras yang erat kaitannya dengan seks bebas. Penderita yang ada di kepulauan, mayoritas penderita pernah bekerja di luar negeri. Kemungkinan besar mereka tertular pada saat sedang aktif kerja di luar daerah. "Dua penyebab penaran itu yang menjadi penyebab tingginya angka penderita HIV di Sumenep. Penderita di daratan kemungkinan mereka sering 'jajan' di luar seperti di Surabaya, karena akses kesana semakin cepat setelah adanya suramadu,'' kata Dwi Regnani, Kamis (9/5). Menurut mantan kepala Puskesmas Batuputih itu, sejak Januari 2013 ini, dua dari 10 penderita telah meninggal dunia akibat penyakit menular tersebut. Meninggalnya dua penderita itu disebabkan mereka tidak mau direhabilitasi dengan alasan malu dan menganggap penyakit tersebut sudah tidak bisa diobati, padahal mereka masih belum mencoba berobat. ''Dalam jangka waktu empat bulan saja sudah dua orang meninggal. Mereka rata-rata enggan untuk berobat, karena menganggap tidak akan sembuh lagi meski sudah diobati. Padahal kami sudah menyiapkan segala upaya bagi penderita,'' ujarnya. Akhir-akhir ini penyebaran penderita tidak hanya berada di kota, melainkan di sejumlah kecamatan dan di desa, sebab masyarakat di pelosok desa yang cenderung masih awam, rasa ingin tahunya semakin tinggi dan mereka masih belum siap menerima informasi yang setiap saat semakin baru. Bahkan informasi yang negatif pun, katanya, seperi yang menyebabkan penyakit itu juga tidak bisa dibendung untuk diketahui oleh masyarakat awam. ''Penderita HIV/AIDS penyebarannya tidak hanya di kota melainkan sudah menjalar di kecamatan dan desa-desa. Ini yang harus kita antisipasi bersama,'' imbuhnya. Dituturkannya, penyakit HIV/AIDS itu ditularkan melalui hubungan seksual. Orang yang tertular itu tidak langsung dikatahui seketika, baru dirasakan antara 5-10 tahun sejak tertular itu. Gejala penyakit itu baru diketahui setelah 5-10 tahun kemudian, tentunya dengan seks bebas itu kemungkinan penularannya bisa terjadi. ''Makanya sebisa mungkin hindari seks bebas itu karena merugikan kita sendiri,'' ungkapnya. Upaya yang dilakukan dinkes, pihaknya sering melakukan sosialisasi bahayanya HIV/AIDS dan berbagai antisipasi yang bisa dilakukan untuk mengendalikan timbulnya penyakit mematikan itu. Untuk lebih meningkatkan sosialisasi itu, pihaknya membutuhkan alokasi anggaran khusus untuk penyuluhan HIV ke seluruh masyarakat, sekaligus dana khusus untuk pengobatannya. ''Kami terus mensosialisasikan bahaya HIV itu dan mendampingi mereka yang terjangkit penyakit HIV/AIDS itu. Saat ini satu orang yang sedang menjalani penyembuhan, dia terus kami kawal hingga bisa bertahan hidup,'' tukasnya. (rif/edy/mk)
SUMENEP â" Penderita virus HIV/AIDS di Kabupaten Sumenep bertambah. Data di Dinas Pendidikan setempat, dari tahun 2011 hingga menjelang petengahan tahun 2013 ini sudah terdapat 46 orang yang dinyatakan positif menderita virus mematikan ini, dan enam sudah meninggal dunia. Pada tahun 2011 terdapat 7 penderita yang terdeteksi dan 3 diantaranya telah meninggal dunia. Tahun 2012 Terdapat 29 penderita dan 1 meninggal dunia, dan tahun 2013 hingga bulan April terdapat 10 penderita dan 2 diantaranya meninggal dunia. Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Sumenep Dwi Regnani mengatakan tingginya penderita penyakit HIV/AIDS di Sumenep disebabkan beberapa faktor penularan, seperti seks bebas. Penderita di daratan mereka gampang mengakses penyebab awal terjadinya penyakit tersebut seperti berhubungan seks bebas di luar Sumenep seperti di Surabaya. Dengan adanya jembatan suramadu, ke depan ia memprediksi akan semakin banyak penderita penyakit yang disebabkan seks bebas tersebut karena perkembangan informasi juga akan berdampak pada keingin tahuan masyarakat Sumenep terhadap hal-hal yang baru seperti mengkonsumsi minuman keras yang erat kaitannya dengan seks bebas. Penderita yang ada di kepulauan, mayoritas penderita pernah bekerja di luar negeri. Kemungkinan besar mereka tertular pada saat sedang aktif kerja di luar daerah. "Dua penyebab penaran itu yang menjadi penyebab tingginya angka penderita HIV di Sumenep. Penderita di daratan kemungkinan mereka sering 'jajan' di luar seperti di Surabaya, karena akses kesana semakin cepat setelah adanya suramadu,'' kata Dwi Regnani, Kamis (9/5). Menurut mantan kepala Puskesmas Batuputih itu, sejak Januari 2013 ini, dua dari 10 penderita telah meninggal dunia akibat penyakit menular tersebut. Meninggalnya dua penderita itu disebabkan mereka tidak mau direhabilitasi dengan alasan malu dan menganggap penyakit tersebut sudah tidak bisa diobati, padahal mereka masih belum mencoba berobat. ''Dalam jangka waktu empat bulan saja sudah dua orang meninggal. Mereka rata-rata enggan untuk berobat, karena menganggap tidak akan sembuh lagi meski sudah diobati. Padahal kami sudah menyiapkan segala upaya bagi penderita,'' ujarnya. Akhir-akhir ini penyebaran penderita tidak hanya berada di kota, melainkan di sejumlah kecamatan dan di desa, sebab masyarakat di pelosok desa yang cenderung masih awam, rasa ingin tahunya semakin tinggi dan mereka masih belum siap menerima informasi yang setiap saat semakin baru. Bahkan informasi yang negatif pun, katanya, seperi yang menyebabkan penyakit itu juga tidak bisa dibendung untuk diketahui oleh masyarakat awam. ''Penderita HIV/AIDS penyebarannya tidak hanya di kota melainkan sudah menjalar di kecamatan dan desa-desa. Ini yang harus kita antisipasi bersama,'' imbuhnya. Dituturkannya, penyakit HIV/AIDS itu ditularkan melalui hubungan seksual. Orang yang tertular itu tidak langsung dikatahui seketika, baru dirasakan antara 5-10 tahun sejak tertular itu. Gejala penyakit itu baru diketahui setelah 5-10 tahun kemudian, tentunya dengan seks bebas itu kemungkinan penularannya bisa terjadi. ''Makanya sebisa mungkin hindari seks bebas itu karena merugikan kita sendiri,'' ungkapnya. Upaya yang dilakukan dinkes, pihaknya sering melakukan sosialisasi bahayanya HIV/AIDS dan berbagai antisipasi yang bisa dilakukan untuk mengendalikan timbulnya penyakit mematikan itu. Untuk lebih meningkatkan sosialisasi itu, pihaknya membutuhkan alokasi anggaran khusus untuk penyuluhan HIV ke seluruh masyarakat, sekaligus dana khusus untuk pengobatannya. ''Kami terus mensosialisasikan bahaya HIV itu dan mendampingi mereka yang terjangkit penyakit HIV/AIDS itu. Saat ini satu orang yang sedang menjalani penyembuhan, dia terus kami kawal hingga bisa bertahan hidup,'' tukasnya. (rif/edy/mk)