Situs Sejarah Perlu Dirawat SUMENEP â" Komunitas Songennep Tempo Doeloe mengatakan banyak situs sejarah di Sumenep yang terancam hila...
Situs Sejarah Perlu Dirawat
SUMENEP â" Komunitas Songennep Tempo Doeloe mengatakan banyak situs sejarah di Sumenep yang terancam hilang karena tidak terawat. Belum adanya regulasi pemerintah daerah yang mengatus pelestarian cagar budaya semakin mengancam hilangnya peninggalan masyarakat tempo dulu yang ada di Sumenep. Anggota Songennep Tempo Doeloe Faiq Nur Fikri meminta pemerintah untuk segera membuatkan perda untuk melestarian bangunan dan benda-benda bersejarah. Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya yang kemudian disempurnakan dalam UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah jelas menggariskan perlindungan terhadap bangunan-bangunan bersejarah. âSelama kami di lapangan, kami menemukan banyak bangunan bersejarah kondisinya memperihatinkanâ ungkap, Selasa (14/5). Mahasiswa arsitektur di Surabaya itu mengungkapkan, jika banyak bangunan bersejarah yang sudah dikenal masyarakat dan menjadi objek wisata tidak terawat maka tidak akan luput dari tindakan vandalisme para pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Tindakan merusak tersebut misalnya dilakukan dengan coretan, goresan, atau bahkan pengambilan bagian-bagian tertentu dari bangunan bersejarah tersebut. âKami juga temukan banyak bangunan yang dirusak oleh pengunjungâ tandasnya. Anggota Songennep Tempo Doeloe yang lain Hairul Anwar menceritakan, pada tahun 2011 sudah berkirim surat dan datang ke dinas pariwisata budaya dan pemuda dan olahraga, namun hingga saat ini draf rancangan perda tersebut belum juga selesai. âTahun 2011 kami sudah pernah meminta namun sampai saat ini tidak ada hasil,â ungkapnya dengan nada kecewa. Komunitas Songennep Tempo Doeloe saat ini sedang giat mendokumentasikan beragam bangunan-bangunan bersejarah dan mengabarkannya melalui beragam media sosial secara swadaya, baik berupa foto maupun video untuk menggugah kesadaran masyarakat melestarikan bangunan-bangunan bersejarah, seperti Benteng Vort Sumenep dan makam sang Arsitek Kerataon Sumenep dan Asta Tinggi, dan Masjid Agung Sumenep Lauw Pia Ngo yang sebelumya berada di area Perumnas Giling, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan setelah dipindah ke Kompleks Pemakaman Cina di Pamolokan Barat. âApa yang kami lakukan buah dari kecintaan kami terhadap sejarah Sumenepâ ungkap Faiq Nur Fikri yang kerap kali merekonstruksi ulang bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dalam sebuah sketsa. Secara terpisah Kepala Disbudparpora Kabupaten Sumenep Bambang Iriyanto juga membenarkan bahwa ada banyak peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan kuno, seperti warisan masa lalu seperti arsitektur peninggalan Belanda, masjid, asta maupun bangunan lain yang bernilai sejarah butuh perawatan, dan telah mengajukan raperda. âArtinya untuk melestarikan itu semua, kami ajukan perda cagar budaya kepada bupati,â katanya, Minggu (14/5). Bambang menjelaskan, jika ada perda, bangunan-bangunan yang sifatnya cagar budaya tidak serta merta diubah arsitekturnya, apalagi harus diubah. âPaling tidak, adanya perda tersebut akan menjadi kekuatan bagi bangunan-bangunan yang sifatnya cagar budaya, agar peninggalan masa lalu itu masih tetap terlindungi keberadaannya,â jelas Bambang. Ia sedikit menyayangkan bangunan SMA 1 Sumenep karena arsitektur bangunannya telah diubah, baik model maupun warnanya. âSaya sedikit menyayangkan seperti arsitektur bangunan SMA 1 Sumenep harus diubah. Padahal itu merupakan peninggalan sejarah. Inilah salah satu alasan kenapa perda cagar budaya harus ada,â ujarnya. Ketika ditanya lebih lanjut tentang perda tersebut apakah sudah ada kepastian dari bupati, Bambang Iriyanto mengatakan bupati sudah menyetujuinya. âDan alhamdulillah sekarang permohonan perda cagar budaya sudah disetujui oleh bupati. Kini, tinggal kami membuat konsep dan draf perda tersebut, baru setelah itu diserahkan ke DPRD untuk dikaji,â terangnya. Disbudparpora menargetkan perda cagar budaya sudah harus selesai tahun ini. âKarena di daerah lain seperti Surabaya, perdanya sudah ada. Maka dari itu, tahun ini perda cagar budaya harus ada, agar kasus seperti SMA 1 Sumenep tidak terjadi lagi,â tegasnya. (sym/mk)
SUMENEP â" Komunitas Songennep Tempo Doeloe mengatakan banyak situs sejarah di Sumenep yang terancam hilang karena tidak terawat. Belum adanya regulasi pemerintah daerah yang mengatus pelestarian cagar budaya semakin mengancam hilangnya peninggalan masyarakat tempo dulu yang ada di Sumenep. Anggota Songennep Tempo Doeloe Faiq Nur Fikri meminta pemerintah untuk segera membuatkan perda untuk melestarian bangunan dan benda-benda bersejarah. Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya yang kemudian disempurnakan dalam UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah jelas menggariskan perlindungan terhadap bangunan-bangunan bersejarah. âSelama kami di lapangan, kami menemukan banyak bangunan bersejarah kondisinya memperihatinkanâ ungkap, Selasa (14/5). Mahasiswa arsitektur di Surabaya itu mengungkapkan, jika banyak bangunan bersejarah yang sudah dikenal masyarakat dan menjadi objek wisata tidak terawat maka tidak akan luput dari tindakan vandalisme para pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Tindakan merusak tersebut misalnya dilakukan dengan coretan, goresan, atau bahkan pengambilan bagian-bagian tertentu dari bangunan bersejarah tersebut. âKami juga temukan banyak bangunan yang dirusak oleh pengunjungâ tandasnya. Anggota Songennep Tempo Doeloe yang lain Hairul Anwar menceritakan, pada tahun 2011 sudah berkirim surat dan datang ke dinas pariwisata budaya dan pemuda dan olahraga, namun hingga saat ini draf rancangan perda tersebut belum juga selesai. âTahun 2011 kami sudah pernah meminta namun sampai saat ini tidak ada hasil,â ungkapnya dengan nada kecewa. Komunitas Songennep Tempo Doeloe saat ini sedang giat mendokumentasikan beragam bangunan-bangunan bersejarah dan mengabarkannya melalui beragam media sosial secara swadaya, baik berupa foto maupun video untuk menggugah kesadaran masyarakat melestarikan bangunan-bangunan bersejarah, seperti Benteng Vort Sumenep dan makam sang Arsitek Kerataon Sumenep dan Asta Tinggi, dan Masjid Agung Sumenep Lauw Pia Ngo yang sebelumya berada di area Perumnas Giling, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan setelah dipindah ke Kompleks Pemakaman Cina di Pamolokan Barat. âApa yang kami lakukan buah dari kecintaan kami terhadap sejarah Sumenepâ ungkap Faiq Nur Fikri yang kerap kali merekonstruksi ulang bangunan-bangunan bersejarah yang rusak dalam sebuah sketsa. Secara terpisah Kepala Disbudparpora Kabupaten Sumenep Bambang Iriyanto juga membenarkan bahwa ada banyak peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan kuno, seperti warisan masa lalu seperti arsitektur peninggalan Belanda, masjid, asta maupun bangunan lain yang bernilai sejarah butuh perawatan, dan telah mengajukan raperda. âArtinya untuk melestarikan itu semua, kami ajukan perda cagar budaya kepada bupati,â katanya, Minggu (14/5). Bambang menjelaskan, jika ada perda, bangunan-bangunan yang sifatnya cagar budaya tidak serta merta diubah arsitekturnya, apalagi harus diubah. âPaling tidak, adanya perda tersebut akan menjadi kekuatan bagi bangunan-bangunan yang sifatnya cagar budaya, agar peninggalan masa lalu itu masih tetap terlindungi keberadaannya,â jelas Bambang. Ia sedikit menyayangkan bangunan SMA 1 Sumenep karena arsitektur bangunannya telah diubah, baik model maupun warnanya. âSaya sedikit menyayangkan seperti arsitektur bangunan SMA 1 Sumenep harus diubah. Padahal itu merupakan peninggalan sejarah. Inilah salah satu alasan kenapa perda cagar budaya harus ada,â ujarnya. Ketika ditanya lebih lanjut tentang perda tersebut apakah sudah ada kepastian dari bupati, Bambang Iriyanto mengatakan bupati sudah menyetujuinya. âDan alhamdulillah sekarang permohonan perda cagar budaya sudah disetujui oleh bupati. Kini, tinggal kami membuat konsep dan draf perda tersebut, baru setelah itu diserahkan ke DPRD untuk dikaji,â terangnya. Disbudparpora menargetkan perda cagar budaya sudah harus selesai tahun ini. âKarena di daerah lain seperti Surabaya, perdanya sudah ada. Maka dari itu, tahun ini perda cagar budaya harus ada, agar kasus seperti SMA 1 Sumenep tidak terjadi lagi,â tegasnya. (sym/mk)