SDN Ketupat II Kembali Disegel SUMENEP â" Meski sudah ada kesepatan antara Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep dan ahli waris lahan Seko...
SDN Ketupat II Kembali Disegel
SUMENEP â" Meski sudah ada kesepatan antara Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep dan ahli waris lahan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ketupat II Kecamatan Raas, namun tidak membuat sengketa lahan itu tuntas. Ahli waris lahan kembali menyegel sekolah itu. Sejak beberapa waktu lalu, ahli waris melakukan penyegelan dengan cara menumpuk batu karang di depan pintu masuk. Sebelumnya, disdik sudah duduk satu meja dengan ahli waris dan sepakat untuk membayar ganti rugi lahan sebesar Rp 31 ribu per meter. Termasuk, akan mengangkat keluarga ahli waris sebagai komite dan menjadi tenaga guru sukwan. Kesepakatan dibuat 4 Mei lalu, dengan disaksikan muspika setempat. Hanya saja, tak lama dari kesepakatan itu ahli waris malah ngotot malakukan aksi penutupan kembali. Penyegelan itu sudah yang kedua kalinya, setelah bulan April lalu. Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Sumenep Fajar Santoso menyesalkan aksi penyegelan kembali yang dilakukan ahli waris. Menurutnya, hal itu menyalahi kesepakatan yang sudah dilakukan antara pemerintah dengan ahli waris. âKami tidak paham mengapa ini terjadi lagi. Padahal, sudah ada kesepakatan. Tapi, tampaknya tak begitu digubris,â ujarnya, Rabu (22/5). Pihaknya yakin dibalik aksi penyegelan itu teradapat orang yang menggerakkan. Bahkan, pihaknya sudah mengantongi identitas aktor intelektualnya. Ia sampai menyebutkan, aktornya adalah salah satu dosen di pergurun tinggi swasta di Sumenep dan politisi. âIni sangat mengganggu kami. Kami tidak paham orang yang berpendidikan ternyata menjadi aktor. Sangat memalukan,â ujarnya. Kendati demikian, sambung dia, pihaknya tetap akan melakukan penyelesaian secara kekeluargaan. Sebab, itu memang yang diharapkan oleh bupati Sumenep. âKalau ke jalur hukum sepertinya tidak mungkin. Kami tetap menggunakan jalur kekeluargaan saja. Itu selama masih bisa,â tutur mantan kepala UPT Pendidikan Kecamatan Gapura. Namun, menurut Fajar, apabila ahli waris mengusir siswa untuk belajar, pihaknya tidak akan diam. Pihaknya akan melaporkan kasus itu ke ranah hukum. Sebab, masuk ranah pidana. âKalau pengusiran itu melanggar undang-undang, kami tidak bisa tinggal diam. Harus bergerak juga,â ucapnya. Ditanya soal ganti rugi, Santoso mengaku tidak mudah memberikan ganti rugi. Sebab, ahli waris harus membuat sertifikat terlebih dahulu. Baru nanti ada peralihan aset kepada negara. âBukti yang dikantongi ahli waris kan hanya liter C. Jadi, harus disertifikat dulu, baru diproses kami,â ungkapnya. SDN Ketupat II, Kecamatan Raas disegel oleh ahli warisnya sekitar awal akhir April lalu. Menurut ahli waris, pemkab tidak memberikan ganti rugi. Namun setelah ada kesepakatan, akhirnya segel dibuka. Entah apa yang terjadi, setelah kesepakatan dibuat ternyata ahli waris memilih untuk meyegel kembali. Tak Rasional Sementara pemerintah menilai permintaan ganti rugi lahan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Duko 3 Kecamatan Arjasa terlalu tinggi, akibatnya disdik mengabaikan permintaan warga yang mengaku pemilik lahan tersebut. Pantauan Koran Madura, Rabu (22/5), kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Duko 3 Kecamatan Arjasa tidak terlaksana seperti biasanya, siswa belajar di rumah warga yang lokasinya berdekatan dengan lembaga pendidikan tersebut. Kepala Dinas Pendidikan Sumenep A Shadik mengatakan, belum adanya penyelesaian ganti rugi lahan di SDN Duko 3, Arjasa, disebabkan pemerintah tidak mampu memenuhi tuntutan warga yang mengaku sebagai pemilik lahan sekolah tersebut. Tuntutannya sebesar Rp 300 ribu permiternya. ''Permintaannya terlalu tinggi, yaitu sebesar Rp300 ribu permeternya. Itu tidak masuk akal, lokasinya di kepulauan masak sampai minta ganti rugi sebesar itu,'' kata Shadik, Rabu (22/5). Menurutnya, disdik sudah menurunkan tim ke Arjasa untuk melakukan negosiasi dengan warga yang mengklaim pemilik lahan SDN Duko 3. Namun, hingga saat ini belum membuahkan titik kesepakatan sehingga KBM berlangsung tidak maksimal. ''Karena permintaan ganti rugi terlalu tinggi, akibatnya mengganggu proses negosiasi, tidak ada kesepakatan antara warga dengan disdik. Jadi, kami tidak sanggup memenuhi permintaannya. Untuk sementara ini, kami terpaksa membiarkan KBM berlangsung menumpang di rumah warga setempat,'' terangnya. Lebih lanjut Sadik menegaskan, sebenarnya pihaknya tidak akan membiarkan siswa SDN Duko 3 itu terlantar dalam waktu lama. Namun, pihak pemilik lahan belum bisa menurunkan nominal harga lahan per meternya. ''Kalau upaya kami tetap menemui jalan buntu, maka kemungkinan besar akan tempuh jalur lain, yaitu dengan cara membeli lahan baru,'' urainya.
SUMENEP â" Meski sudah ada kesepatan antara Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep dan ahli waris lahan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ketupat II Kecamatan Raas, namun tidak membuat sengketa lahan itu tuntas. Ahli waris lahan kembali menyegel sekolah itu. Sejak beberapa waktu lalu, ahli waris melakukan penyegelan dengan cara menumpuk batu karang di depan pintu masuk. Sebelumnya, disdik sudah duduk satu meja dengan ahli waris dan sepakat untuk membayar ganti rugi lahan sebesar Rp 31 ribu per meter. Termasuk, akan mengangkat keluarga ahli waris sebagai komite dan menjadi tenaga guru sukwan. Kesepakatan dibuat 4 Mei lalu, dengan disaksikan muspika setempat. Hanya saja, tak lama dari kesepakatan itu ahli waris malah ngotot malakukan aksi penutupan kembali. Penyegelan itu sudah yang kedua kalinya, setelah bulan April lalu. Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Sumenep Fajar Santoso menyesalkan aksi penyegelan kembali yang dilakukan ahli waris. Menurutnya, hal itu menyalahi kesepakatan yang sudah dilakukan antara pemerintah dengan ahli waris. âKami tidak paham mengapa ini terjadi lagi. Padahal, sudah ada kesepakatan. Tapi, tampaknya tak begitu digubris,â ujarnya, Rabu (22/5). Pihaknya yakin dibalik aksi penyegelan itu teradapat orang yang menggerakkan. Bahkan, pihaknya sudah mengantongi identitas aktor intelektualnya. Ia sampai menyebutkan, aktornya adalah salah satu dosen di pergurun tinggi swasta di Sumenep dan politisi. âIni sangat mengganggu kami. Kami tidak paham orang yang berpendidikan ternyata menjadi aktor. Sangat memalukan,â ujarnya. Kendati demikian, sambung dia, pihaknya tetap akan melakukan penyelesaian secara kekeluargaan. Sebab, itu memang yang diharapkan oleh bupati Sumenep. âKalau ke jalur hukum sepertinya tidak mungkin. Kami tetap menggunakan jalur kekeluargaan saja. Itu selama masih bisa,â tutur mantan kepala UPT Pendidikan Kecamatan Gapura. Namun, menurut Fajar, apabila ahli waris mengusir siswa untuk belajar, pihaknya tidak akan diam. Pihaknya akan melaporkan kasus itu ke ranah hukum. Sebab, masuk ranah pidana. âKalau pengusiran itu melanggar undang-undang, kami tidak bisa tinggal diam. Harus bergerak juga,â ucapnya. Ditanya soal ganti rugi, Santoso mengaku tidak mudah memberikan ganti rugi. Sebab, ahli waris harus membuat sertifikat terlebih dahulu. Baru nanti ada peralihan aset kepada negara. âBukti yang dikantongi ahli waris kan hanya liter C. Jadi, harus disertifikat dulu, baru diproses kami,â ungkapnya. SDN Ketupat II, Kecamatan Raas disegel oleh ahli warisnya sekitar awal akhir April lalu. Menurut ahli waris, pemkab tidak memberikan ganti rugi. Namun setelah ada kesepakatan, akhirnya segel dibuka. Entah apa yang terjadi, setelah kesepakatan dibuat ternyata ahli waris memilih untuk meyegel kembali. Tak Rasional Sementara pemerintah menilai permintaan ganti rugi lahan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Duko 3 Kecamatan Arjasa terlalu tinggi, akibatnya disdik mengabaikan permintaan warga yang mengaku pemilik lahan tersebut. Pantauan Koran Madura, Rabu (22/5), kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Duko 3 Kecamatan Arjasa tidak terlaksana seperti biasanya, siswa belajar di rumah warga yang lokasinya berdekatan dengan lembaga pendidikan tersebut. Kepala Dinas Pendidikan Sumenep A Shadik mengatakan, belum adanya penyelesaian ganti rugi lahan di SDN Duko 3, Arjasa, disebabkan pemerintah tidak mampu memenuhi tuntutan warga yang mengaku sebagai pemilik lahan sekolah tersebut. Tuntutannya sebesar Rp 300 ribu permiternya. ''Permintaannya terlalu tinggi, yaitu sebesar Rp300 ribu permeternya. Itu tidak masuk akal, lokasinya di kepulauan masak sampai minta ganti rugi sebesar itu,'' kata Shadik, Rabu (22/5). Menurutnya, disdik sudah menurunkan tim ke Arjasa untuk melakukan negosiasi dengan warga yang mengklaim pemilik lahan SDN Duko 3. Namun, hingga saat ini belum membuahkan titik kesepakatan sehingga KBM berlangsung tidak maksimal. ''Karena permintaan ganti rugi terlalu tinggi, akibatnya mengganggu proses negosiasi, tidak ada kesepakatan antara warga dengan disdik. Jadi, kami tidak sanggup memenuhi permintaannya. Untuk sementara ini, kami terpaksa membiarkan KBM berlangsung menumpang di rumah warga setempat,'' terangnya. Lebih lanjut Sadik menegaskan, sebenarnya pihaknya tidak akan membiarkan siswa SDN Duko 3 itu terlantar dalam waktu lama. Namun, pihak pemilik lahan belum bisa menurunkan nominal harga lahan per meternya. ''Kalau upaya kami tetap menemui jalan buntu, maka kemungkinan besar akan tempuh jalur lain, yaitu dengan cara membeli lahan baru,'' urainya.