Dalam Setahun ASDP Rugi 7 Miliar BANGKALAN - Semenjak ada Suramadu, Pabuhan Kamal semakin sepi daripada sebelum jembatan Suramadu itu diresm...
Dalam Setahun ASDP Rugi 7 Miliar
BANGKALAN - Semenjak ada Suramadu, Pabuhan Kamal semakin sepi daripada sebelum jembatan Suramadu itu diresmikan. Pelabuhan Kamal yang dulunya ramai dengan kendaraan lalu-lalang, bahkan hampir tiap hari sering macet hingga beberapa kilometer, kini telah kehilangan para penggemarnya. Bahkan di saat hari tertentu pun, setelah jembatan Suramadu itu dioperasikan, tak ada lagi keramaian orang maupun kendaraan yang melewati Pelabuhan Kamal. ''Ya, kita akui bahwa kondsi saat ini sangat memprihatinkan, masyarakat tidak lagi berminat menggunakan jasa anggkutan kapal," ungkap Khairil Anwar. Bagian Supervisi Sperasional Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) ini mengatakan bahwa setiap harinya hanya 100 kendaraan yang menggunakan jasa kapal yang disediakan. Dengan kondisi seperti ini pihaknya harus menanggung kerugian yang cukup besar akibat pendapatan yang menurun. Menurut Khairil Anwar, pendapatan setiap harinya selalu tidak sebanding dengan biaya opersianal kapal. ''Bila dibandingkan, sebelum ada suramadu kendaraan yang melintasi selat menggunakan kapal mencapai 700 kendaraan. Akan tetapi, saat ini kendaraan sangat minim dan hanya meraup pendapatan 5 sampai 6 juta untuk satu kapal. Secara keseluruahn dengan empat kapal yang dioperasikan  hanya mengasilkan 31 juta," imbuhnya. Padahal, sambung Khairil,  biaya opersiaonal untuk satu kapal sekali jalan mencapai Rp 600.000 untuk BBM, belum biaya lainnya. Sedangkan jam operasi kapal mulai pukul 5.24-11.30 WIB. Sehingga pengeluaran yang begitu tinggi menjadi penyebab setiap tahunnya harus menanggung kerugian sebesar 7 miliar. Padahal sebelum adanya suramadu, pihaknya bisa meraup keuntungan Rp 78.000.000 setiap 24 jam. âKapal itu setiap jam melakukan 8 kali trip (perjalanan), kemudian tinggal mengkalikan saja biaya opersianalnya. Sedangkan pendapatan sangat kecil," keluhnya. Untuk menutupi kerugian itu, lanjut Khairil pihaknya menggunakan subsidi silang. Karena momen-momen  penting sudah tidak bisa lagi dijadikan harapan dan tidak seramai dulu. Pada kenyataannya masyarakat lebih memilih suramadu sebagai alternatif untuk mempercepat perjalanan mereka. Efek sosial bagi para pedagang kecil, masih kata kahiril, yaitu gulung tikar dan hanya sedikit yang bertahan. Itu pun bisa dihitung dengan jari. Tidak seperti dulu yang bisa dijadikan harapan untuk menunjang  sektor perekonimian. "Harapannya bagaimana caranya agar pelabuhan bisa ramai kembali, yang penting bisa tetap bertahan karena adanya suramadu sangat minta perhatian masyarakat. Kalau bisa roda 2 dialihkan ke kapal untuk menghindari adanya sesuatu yang menimbulkan kerugian bagi pengendara, karena tidak ada tol yang pantas dilewati kendaraan roda dua," tandasnya.(dn/rah)
BANGKALAN - Semenjak ada Suramadu, Pabuhan Kamal semakin sepi daripada sebelum jembatan Suramadu itu diresmikan. Pelabuhan Kamal yang dulunya ramai dengan kendaraan lalu-lalang, bahkan hampir tiap hari sering macet hingga beberapa kilometer, kini telah kehilangan para penggemarnya. Bahkan di saat hari tertentu pun, setelah jembatan Suramadu itu dioperasikan, tak ada lagi keramaian orang maupun kendaraan yang melewati Pelabuhan Kamal. ''Ya, kita akui bahwa kondsi saat ini sangat memprihatinkan, masyarakat tidak lagi berminat menggunakan jasa anggkutan kapal," ungkap Khairil Anwar. Bagian Supervisi Sperasional Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) ini mengatakan bahwa setiap harinya hanya 100 kendaraan yang menggunakan jasa kapal yang disediakan. Dengan kondisi seperti ini pihaknya harus menanggung kerugian yang cukup besar akibat pendapatan yang menurun. Menurut Khairil Anwar, pendapatan setiap harinya selalu tidak sebanding dengan biaya opersianal kapal. ''Bila dibandingkan, sebelum ada suramadu kendaraan yang melintasi selat menggunakan kapal mencapai 700 kendaraan. Akan tetapi, saat ini kendaraan sangat minim dan hanya meraup pendapatan 5 sampai 6 juta untuk satu kapal. Secara keseluruahn dengan empat kapal yang dioperasikan  hanya mengasilkan 31 juta," imbuhnya. Padahal, sambung Khairil,  biaya opersiaonal untuk satu kapal sekali jalan mencapai Rp 600.000 untuk BBM, belum biaya lainnya. Sedangkan jam operasi kapal mulai pukul 5.24-11.30 WIB. Sehingga pengeluaran yang begitu tinggi menjadi penyebab setiap tahunnya harus menanggung kerugian sebesar 7 miliar. Padahal sebelum adanya suramadu, pihaknya bisa meraup keuntungan Rp 78.000.000 setiap 24 jam. âKapal itu setiap jam melakukan 8 kali trip (perjalanan), kemudian tinggal mengkalikan saja biaya opersianalnya. Sedangkan pendapatan sangat kecil," keluhnya. Untuk menutupi kerugian itu, lanjut Khairil pihaknya menggunakan subsidi silang. Karena momen-momen  penting sudah tidak bisa lagi dijadikan harapan dan tidak seramai dulu. Pada kenyataannya masyarakat lebih memilih suramadu sebagai alternatif untuk mempercepat perjalanan mereka. Efek sosial bagi para pedagang kecil, masih kata kahiril, yaitu gulung tikar dan hanya sedikit yang bertahan. Itu pun bisa dihitung dengan jari. Tidak seperti dulu yang bisa dijadikan harapan untuk menunjang  sektor perekonimian. "Harapannya bagaimana caranya agar pelabuhan bisa ramai kembali, yang penting bisa tetap bertahan karena adanya suramadu sangat minta perhatian masyarakat. Kalau bisa roda 2 dialihkan ke kapal untuk menghindari adanya sesuatu yang menimbulkan kerugian bagi pengendara, karena tidak ada tol yang pantas dilewati kendaraan roda dua," tandasnya.(dn/rah)